Selasa, 01 Juli 2008

nilai-nilai pendidikan di indonesia

Pendidikan di Indonesia Belum Menyentuh Pembangunan Karakter Bangsa

Pembangunan pendidikan yang kini berjalan, nampaknya belum memberikan hasil yang signifikan dalam membawa masyarakat ke arah yang lebih baik dalam hal membangun
karakter bangsa. Sulitnya memberantas KKN, pelecehan terhadap nilai-nilai demokratisasi, merendahnya sensivitas sosial dan lingkungan, semuanya merupakan contoh kasus yang mengemuka di hadapan kita semua.

Demikian diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Barat, Nu?man Abdul Hakim, dihadapat 700 peserta Seminar bertajuk Urgensi Kebijakan Strategis Pendidikan Islam dalam
Membangun Karakter Bangsa, di Aula Musaddadiyah Garut, Sabtu (16/12). Dihadiri Dirjen Pendidikan IslamYahnya Umar, Phd, Kakanwil Depag Propinsi Jawa Barat Muaimin Luthfie, serta Kadisdik Kabupaten Garut Dr.h. Maman Rusmana, M.Pd, serta para undangan lainnya.

Di sisi lain, sambung Nu?man, arus budaya luar yang mengimbas bangsa kita, secara tidak sadar menggiring masyarakat kepada perilaku dan gaya hidup yang serba
berlebihan, seperti hedonisme dan konsumerisme. ?Tidak heran jika Gap kaya-miskin semakin lebar?, Ujrnya.

Secara materi, mungkin unsur-unsur karakter bangsa sudah yang tertuang dalam kurikulum, namun dalam konteks proses pendidikan untuk memberntuk karakter bangsa
secara benar tampaknya selama ini kurang atau bahkan tidak diperhatikan dengan seksama. Contohnya, pendidikan Pancasila yang diwujudkan dalam mata ajaran sejak sekiolah dasar hingga perguruan tinggi. Penyampaian yang serba verbalitas, secara signifikan ternnyata tidak membentuk karakter bangsa.

Mengutif dari saran UNESCO dalam memahami fenomena tersebut, tambah Nu?man, bahwa pendidikan mesti mengandung tiga unsur, yaitu : unsur Learn to Know (belajar
untuk tahu) dan Learn to Do (belajar untuk berbuat) yang lebih terarah membentuk having agar SDM memiliki kualitas dalam pengetahuan dan skill, sedangkan unsur
ketiga learn to live together yang lebiih mengarah kepada being menuju pembentukan karakter bangsa.

Pemikiran tersebut, jelas Nu?man, sejalan dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, diarahkan kepada pembentukan manusia Indonesia yang berilmu pengetahuan, berakhlak mulia dan berkepribadian tinggi.

Menurut Nu?man, dalam kaitannya sebenarnya ada nilai-nilai ajaran moral yang lebih luhur berasal dari ajaran samawi, diturunkan dalam kemasan yang lengkap dan sempurna. Nilai-nilai yang diajarkan tiada lain diantaranya nilai kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan kepedulian terhadap sesama. Nilai-nilai itu terangkum dalam ajaran / pendidikan Islam.

Oleh karena itu, jika dicermati, nilai-nilai itu menjadi sangat penting dalam rangka membangkitkan rasa nasionalisme, penanaman etika berkehidupan bersama, termasuk berbangsa dan bernegara, pemahaman hak asasi secara benar, menghargai perbendaan pendapat, tidak memaksakan kehendak, serta pengembangan sensitivitas
atau kepedulian sosial dan lingkungan, semuanya adalah unsur pendidikan Islam melalui belajar untuk hidup bersama.

Sementara itu Ketua Yauasan Al Musaddadiyah, KH. Cecep Abdul Halim, Lc, selaku penyelenggara seminar mengatakan, salah satu model pendidikan di Indonesia yang
sudah cukup mengakar di masyarakat pedesaan khususnya pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang didasarkan atas kekuatan spiritual Islam telah mampu
memberi saksi perubahan masyarakat ke arah pembangunan sesuai kewibawaan tradisional kepemimpinan dan kekhasan setiap pondok pesantren itu sendiri.

Kegiatan ini, ujar cecep Abduk Halim, dilakukan atas dasar berbagai persoalan dasar realitasyang terjadi di lingkungan pendidikan kita yang harus segera kita sikapi secara bersama, bekerja sama dan kebersamaan dalam memformat alternatif solusi. Dalam amandemen UUD 1945 Pasal 31 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang semestinya ditopan infrastuktur dan sufrastruktur pendidikan yang memberdayakan dan memandirikan.

Namun seringkali terjadi kesenjangan antara pendidikan agama dan umum, status kelembagaan, sarana dan prasarana, bahkan nampak instansi pemerintahan dari
Depdiknas dan Depag Bidang Pendidikan Islam yang bertanggung jawab dalam pendidikan anak bangsa, satu sama lain seakan melempar tanggung jawab atas layanan
pendidikan di setiap warga. Untuk itu Yayasan Al - Musadaddiyah Garut, sebagai lembaga pendidikan dengan anak didiknya mulai TK hingga perguruan tinggi mecapai
5.000 orang, selain lembaga dakwah dan sosial kemasyarakatan, diharapkan dapat memberikan alternatif bagi penguatan kelembagaan pendidikan Islam khususnya di lingkungan Depag yang mampu memberikan pelayanan bidang pendidikan bagi warga masyarakat serta bagi peningkatan kualitas pendidikan bangsa. Setidaknya upaya
ini dapat mendukung akselerasi pencapaian visi Jawa Barat kshusunya bidang pendidikan menjadi propinsi terunggul Tahuin 2010 melalui penuntasan Wajardikdas 9 tahun.

Seminar ini diikuti perwakilan dari wilayah priangan terdiri dari alim ulama, pimpinan ponpes, kepala madrasah (mulai tingkat MI, MTs, MA) dan stake holder pendidikan Islam yang diwaikli beberapa kabupaten/kota (Bandung, Cimahi, kabupaten Sumedang, Kabupaten/Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar dan Kabupaten Garut).

Diharapkan dengan kegiatan ini dapat terinspirasi dan termotivasi dalam melakukan aksi konstruktif sebagai langkah strategis dalam penguatan kelembagaan Islam untuk menjawab problematikan bangsa dan negara.

Tidak ada komentar: